Bunga yang
layu yang tak pernah disinari. Begitulah hari – hari ku semenjak kejadian itu.
Kejadian yang begitu membuat aku sangat down. Indahnya senja, membuat luka
yang sangat mendalam ku rasakan. Semenjak bertemu dengan penghianatan, rasanya semua
pria itu sama di mataku. Tapi kali ini berbeda. Setelah begitu lama tak ingin
berkenalan dengan cinta, rasa itu beda saat pertama aku mengenal dia. Dari tatapan
matanya, sungguh membuat aku penasaran dengannya. Malam setiap malam berlalu,
semakin aku mengenal mata mu, semakin aku tau bagaimana bunyi langkah kakinya,
dan semakin aku peka terhadap aroma tubuhmu. Sejenak aku lupa dengan masalalu
yang pernah membuat aku luka. Yah, dia. Dia sangat berbeda dengan yang lainya.
Sejak senja itu berakhir, aku menemukan matahari di pagi hari. Bunga yang layu,
kini tumbuh menjadi bunga kumbang yang begitu indah.
Hari demi
hari, aku mulai menulis sedikit tentang aku dan kamu hingga menjadi sebuah paragraph baru.
Sebuah paragraph yang diakhiri menjadi sebuah cerita. Kali ini izinkan aku sedikit demi
sedikit, menulis tentang mu lewat tulisan ku yang akan kujadikan sebuah
kenangan yang bisa aku tinggalkan ketika aku sudah dibawah kubur. Kenangan yang
hanya menceritakan, aku pernah hidup sesedih ini ketika bersamamu. Dan tulisan
ini menjadi bukti kepada banyak remaja, kalau cinta tidak selamanya memakai
persaan, akan tetapi harus bersamaan dengan logika.
Malam itu
seperti malam yang begitu dingin dan aku harus menghangatkan tubuhku di bawah
selimut tebalku. Perasaan khawatir tenggelam menjadi fajar di pagi hari yang
membuat aku merasa bahagia. Hangatnya mentari menyambutku setelah merasakan
kedinginan yang kurasakan tadi malam. Namun perasaan itu ada yang kurang dan
berbeda. Pelukanmu.! Entah kau dimana pada saat itu dan dengan siapa.
Aku tidak tau bagaimana caraku
menuliskan tentang aku dan kamu, karena diantara kita, kebahagiaan dan kesedian
sama – sama saling mengambil perannya masing – masing. Setelah bertahun-tahun
lamanya menutup diri untuk mengenal cinta kembali, kau pun datang tanpa izin
dan pergi tanpa izin juga. Matahari pun seketika tak ingin menyinari hatiku.
Awan pun turut merasakan kegundahan yang mulai aku rasakan. Hati yang pernah
aku tutup rapat, dan tidak akan mau membukanya kini sipenyusup telah hadir baik
untuk membenahi setiap luka yang tercipta dimasa silam. Yah itu kamu.
Tepat di sore itu, aku menerima telepon dari keluarga ku. Menawarka pekerjaan yang membuat akau tertarik dan ingin menerima pekerjaan itu. Namun, sembari aku berkaca di depan cermin, menunduk dengan muka ruam bersedih. Au harus beranjak dan mennggalkan orang orang yang aku sayangi, terutaa dia. Dia yang selalu bisa menghiasi hari - hari ku. Ini membuat keraguan yang begitu sulit ku pilih. Lagi lagi hati ku bimbang. Dan tiba saat nya aku menjelaskan kepada dia, dan mulai mengambil keputusan.
Tanggal 29
Juli 2018 tepat pada hari Minggu keberangkatan ku
pergi ke Jakarta untuk melanjutkan pekerjaan ku. Rasa ini sangat takut
untuk melangkah. Selain posisi kerja yang aku dambakan, aku merasa sedih
karena harus meninggalkan dia. Bukan untuk selamanya, tapi hanya untuk
sementara. Bandara Kualanamu yang menjadi saksi keberangkatan ku. Senyum yang penuh dengan kepura puraan pun mulai tampak di raut wajah ku dan wajah dia. Namun harus ku kuatkan hati ku, demi masa depan ku.
Hari pertama
bersama titik rindu yang mulai saya rasakan, kian hari semakin berat. Rasanya
hari – hari itu sama ketika masakan kekurangan garam, hambar. Aku memulai
membiasakan diri mandiri dan berusaha menjalaninya dengan bayang – bayang dirinya
saja. Tapi, semenjak kata perpisahan itu dating menghampiri, aroma –aroma kesedihan
pun mulai tercium. Dilemma yang dia rasakan, sangat berpengaruh untukku.
Seperti aku yang menunggu gerhana tiba. Begitulah perasaan yang aku rasa. Hari - hari ku, ku jalani dengan sendirinya dan mandirinya. dan perasaan itu kia mulai muncul kembali. Perasaan luka. Aku
mulai merasakan hal yang hampir mendekati titik luka. Ada yang berubah. Kau
menampung hatiku, walau tak ada respect yang aku rasakan. Kau mulai menggantung
ku. Permasalah yang masih rampung yang tak selesai kita diskusikan menjadi alasan utama yang selalu
kau tujukan untukku. Namun, walau demikian, aku tetap tenang mencari cela agar
kau tetap menerima aku, dan mau mendengarkan penjelasanku, walupun penjelasan
itu tidak berguna untukmu. Aku tetap berjuang. Belajar untuk bisa menghadapi
sifat mu.
Hari demi hari
waktuku hanya habis begitu saja, menikmati senyummu yang mulai pudar. Yang seperti
biasanya aku mendengar dering handphone ku yang berisikan ucapan sayang darimu kini tidak pernah ku dapat lagi. Bahkan untuk mengajak mu bercerita lewat telepon pun, menjadi hal sulit yang kamu iya kan. Hingga ke mimpi ku pun dia enggan untuk datang.
Dan lagi – lagi, burung – burung mulai menertawakan ku, karena hanya menunggu
mu tanpa berkesudahan. Menertawakan aku yang hanya berharap kau menemui ku.
“Persetan.!!!”
perasaan apa yang aku rasakan ini. Sembari dalam hati, aku meminta pada
Tuhan supaya diberikan ketabahan untukku. Dan dalam pikiran aku pasti masih
bisa bertahan dalam gelombang laut yang semakin tinggi dan dahsyat. Tidak ada
kata alasan untuk menyerah sebelum aku menemukan titik segala yang
kupertahankan.
Kucoba
menikmati hembusan angin sepoi – sepoi dan
alunan gitar yang ku mainkan, untuk meredupkan kekesalanku kemarin. Untuk
pertama kalinya aku begitu merasa hancur. Seolah, kekecewaan yang aku
rasakan telah berhasil membabi butakan kesedihan yang ada dalam hati ini.
Entah aku yang
merasa terlalu benar, atau aku yang merasa terlalu bersalah meletaakan hati ku dengan sembarangan, aku pun tak mengerti.
Sungguh sakit ini membuat aku tersiksa. Nyatanya aku sempat berpikir, untuk
meninggalkan dirinya dan menemui Bapa di sorga.
“Persetan” sekali lagi aku ucapkan pada diriku. Ini
tindakan konyol. Senja memang berbeda – beda setiap harinya, yang kekal hanya
lah kesedihan yang aku rasakan saat ini. Jika tak ada lagi rindu dan cinta, apa jadinya hubungan ini ?
Saat
aku menantikan kedatangan hujan begitu pula lah aku yang selalu menantikan
kabar darimu. Entah aku yang terlalu tergil-gila kepada mu , aku pun tak tau
itu. Dan perasaan kekecewaan itu pun mulai membekas sedikit demi sedikit. Hari – hari itu yang selalu ada di benakku,
hingga malam pun habis memancarkan cahaya bulannya.
Fajar
itu pun kian datang lagi menyambut pagi. Entah aku mimpi apa semalam, aku ingin
memulainya kembali. Ponselku ku genggam dan memulai mengetik. Jemari kaku, dan
jantungku berdetak kencang. Dan pada akhirnya kalimat “apa kabar?” pun terkirim
kepadanya.
Balasan yang
aku fikir akan menyenangkan hatiku, ternyata hanya menambah luka. Perdebatan pun dimulai lagi dengan bahasa yang menjijikkan. Mulut pun bagaikan kandang binatang, yang tak pernah usai meronta dan mulai memaki dirinya. Hati ku begitu teriris oleh luka yang di berikan.Tidak pernah begini yang ku harapkan. Dimana hari
itu, aku merasa terlalu bahagia, sampai pada akhirnya aku terjerat kedalam jurang. Sungguh sakit. Mengalah yang aku
perbuat, hanya membuat hubungan kami semakin menjauh dari pagar yang ku ikat kencang.
Entah kapal apa yang membuat mu pergi sampai sejauh ini.
Begitu
bangganya aku mengagumi dirimu, begitu juga kau dengan mudah menghancurkan semua yang ku rangkai.
Senja yang berlalu digantikan dengan fajar, kian menjadi hal yang lumrah untuk
ku lalui. Tulisanku menjadi teman dekatku setiap aku ingin bersama mu.
Tentang mu ku rangkum dari kata, menjadi sebuah karangan. Hingga tinta pulpen
ku habis, rasa itu pun kian membuat aku semakin memanas di tengah hujan yang
begitu dingin.
Air mata pun tak mau lagi membasahi pipi ku yang mulai kering. Sakit yang semakin menusuk membuat aku
semakin yakin dengan kenyataan yang sesungguhnya. Dalam pikiran ku berfikir, ”Siapa aku untukmu? Pada siapa
cinta mu kau berikan” Sembari mulutku terdiam tanpa satu katapun dan mulai
membiasakan diri untuk semakin berdiam dengan keramaian yang disekelilingku.
Hari itu juga ku tunjukkan pada dunia, aku bisa kuat mengahadapi semua ini. Walau pernah ku rangkai dengan indah, kini hancur dengan egois yang begitu besar. Semoga cerita ini menjadi bukti aku pernah mengenal kesedihan yang ke kekecewaan dari mu. Trimakasih atas waktu dan hari yang pernah kita buat bersama. Trimakasih juga atas senyum pertama yang ku dapat dari dirimu, begitu pula dengan luka yang belum bisa dimaafkan.
Jika memang dia adalah satu satunya manusia yang tidak bisa memandang kebaikan yang pernah ada pada diriku, maka bercerminlah disana, apa kau tampak sempurna ? Coba bayang kan, kesedihan menjadi teman dekat ku semenjak hari itu. Dia yang pernah ku anggap realita, kini harus ku kenang dalam air mata.
Yang mestinya kau tahu, disini telah aku sisihkan satu kejujuran diantara jutaan batu pada kepalaku, untukmu. Walau sampai sedemikian ribu, pertanyaaan yang masih kau paksakan untuk ku jawab. Dengarlah, tidak semua orang menjawab dengan mulutnya, seperti aku yang menjadikan sikap sebagai jawaban dari kegelisahan mu.
Air yang mendidih yang engkau biarkan, kini telah pergi menghilang. Karena aku yang sempat mati matian merawat perasaan, namun diabaikan. Mengejar, namun ditinggalkan. Sadar, bahwa angka umur tidak menjamin kedewasaan seseorang. Dan sekarang izinkan aku untuk membisu dalam setiap tentang mu. Karena itu adalah pilihan terakhirku.
Instagram :betsdita_sinaga